Rabu, 12 Oktober 2011

KMB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
PPOM
(Penyakit Paru Obstruktif Menahun)

A.    Definisi

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Mansunegoro, 1992).
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah Bronkhitis Kronik, Emfisema Paru dan Asma :
·         Bronkhitis Kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung secara 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Brunner dan Suddarth, 2002 : 600).
·         Emfisema Paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar Bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Brunner dan Suddarth, 2002 : 602).
·         Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner dan Suddarth, 2002 : 611).

B.     Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan dll
Pengaruh dari masing-masing faktor-faktor resiko terhadap PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini ( Dharmago & Martono, 1999 : 383 ).

C.     Manifestasi Klinik
1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap
( Corwin , 2000 : 437 )

D. Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibat – akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi ( Dharmojo & Martono,1999 : 384 )

E.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan jalan nafas sehubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan sehubungan dengan ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi sehubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOM sehubungan dengan kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi sehubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi
7. Berkurangnya peran sehubungan dengan perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas sehubungan dengan kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan sehubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan ketidakseimbangan antara suplaai oksigen dengan permintaanKim, McFarland, McLane, 1997.

F. Intervensi / Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
-          Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
·         Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
·         Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
·         Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
·         Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
·         Bantu latihan nafas abdomen / bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
·         Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada.

Kolaborasi
·         Berikan obat sesuai indikasi
-Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim)Ø albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.
-Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)
Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma.
-Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosolØ ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
Intervensi :
·         Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
·         Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
·         Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
·         Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
·         Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi
·         Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar.
Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik.
·         Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.

3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
   Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
   Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
-          Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
-          Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi
·          Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
·         Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
·         Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
·         Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi
·         Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
·         Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
-          Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi
·         Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.
·         Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
·         Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
·         Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi
·         Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
·         Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
      Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
      Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
·         Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
·         Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
·         Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.

6.   Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
-          Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
·         Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
·         Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.
·         Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
·         Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
·         Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
·         Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi
( Doenges, 2000 : 152).

Referensi : Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
 
 
Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkial

A. Pengertian
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible (Crackett, Antony. 1997).
Asma Bronkhial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari saluran napas, terhadap bermacam-macam rangsangan yang ditandai dengan penyempitan saluran napas disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di dinding saluran napas, sehingga menimbulkan gejala batuk, mengi dan sesak. Penyempitan saluran napas dapat sembuh dan kembali seperti semula secara spontan dengan atau tanpa obat.
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma dapat didefinisikan sebagai kondisi yang bercirikan penyempitan saluran pernafasan atau sementara waktu yang biasanya tercermin pada penderita dalam bentuk nafas berbunyi yang terjadi sewaktu-waktu (Sinclair, Chris. 1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara (wikipedia.com).
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.


B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
 •Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
-                      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
-                      Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
-                      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

E. Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari

F. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
-                      Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
-                      Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
-                      Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
-                      Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2.                  Pemeriksaan darah
-                      Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
-                      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
-                      Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
-                      Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
-                      Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
-                      Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
-                      Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
-                      Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
-                      Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
-                      Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
-                      Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).
-                      Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

H. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis


Powerpoint PPOM








Powerpoint Bronkhitis akut


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar